Sabtu, 01 Juni 2013

perbedaan diantara kita

PERBEDAAN DIANTARA KITA


“Ayah, Echa izin keluar sebentar..”
“Pasti kamu mau ketemu sama pacar kamu itu. Kamu gak boleh keluar, cepat masuk kamar.”
“Sebentar saja ayah, Echa mau ketemu Frans.”
“Cepat masuk kamar!”

Echa masuk ke kamar dan mengurungkan niatnya untuk bertemu dengan Frans. Ayah Echa tak merestui hubungan Echa dan Frans karena

berbeda agama. Tetapi cinta diantara mereka yang membuat mereka bisa bertahan. Echa membuka jendela kamarnya, Frans masih setia

menunggunya didepan gerbang rumah Echa. Echa menangis melihat Frans yang masih setia menunggunya.
“Frans..”
“Iya Cha,”
“Maaf malam ini kita gak bisa jalan,”
“Ok, aku ngerti Cha. Ayah kamu gak ngizinin kita jalan ‘kan? Yaudah aku pulang ya, good night..”
Paras polos Frans membuat Echa luluh, senyumannya membuat Echa bangkit dari tangis. Kata-kata yang keluar dari mulut Frans membuat

Echa tak mau meninggalkannya, rangkulan tangannya meneduhkan jiwa. Jika mengingat wajahnya Echa tak kuasa menahan tangis. Menangis

karena sedih bila harus meninggalkannya. Beda agama. Hanya itu yang terus menjadi pokok pembicaraan ayah Echa.
***
 

Perbedaan Diantara Kita
Azan isya telah berkumandang, tetapi Echa masih sibuk dengan tugasnya sehingga ia menunda sholat. Bila Frans tau hal ini, pasti Echa kena

marah. Jam dinding telah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam, tapi Echa belum juga sholat isya. Handphone Echa berbunyi, Frans.
“Halo Cha..”
“Halo Frans..”
“Udah sholat isya belum? Pasti belum ya?!”
“Emang belum, masih banyak banget tugas belum sempet sholat.”
“Sholat dulu dong, nanti nyesel lho. Maaf aku sering bawel sama kamu, aku cuma gak mau buat kamu menyesal nantinya.”
“Gapapa kok kamu bawel, asalkan bawelinnya yang positif. Makasih banget ya Frans..”
“Yaudah cepet ambil air wudhu, trus langsung sholat. Ok?”
“Ok boss..”
Telpon ditutup Echa, ia segera mengambil air wudhu.
“Jadi malu sama Frans. Orang yang beragama non muslim aja rajin banget ngingetin sholat, tapi aku malah lalai banget sholat.” Pikir Echa.
***

“Pokoknya kamu harus putusin Frans sekarang juga!”
“Kenapa sih ayah benci banget sama Frans, sampe aku harus putusin dia.”
“Kamu harus cari pacar yang seagama, gimana mau jadi imam yang baik kalau suami kamu nantinya beragama lain. Masih banyak pria yang

lebih baik daripada Frans, apa perlu ayah turun tangan dalam urusan jodoh kamu?”
“Ayah, Echa cinta sama Frans. Tolong jangan pisahin Echa dan Frans.”
“Kamu itu susah banget dibilanginnya.”
“Ayah tolong.. Echa cinta sama Frans, jangan pisahin kita.”
“Pokoknya kamu harus putusin Frans. Kalau tidak, ayah akan terus membenci Frans.”

Echa duduk di halaman rumah. Duduk terdiam sambil memikirkan Frans. Entah harus mengikuti semua perkataan ayahnya, atau tetap

seperti ini. Echa sudah mencoba untuk melupakan Frans, tetapi tak bisa. Mencoba mencari yang lain, tetapi tetap saja hatinya menuju ke

Frans. Apakah cinta Echa harus menjadi korban demi orangtua?
“Echa, kamu kenapa daritadi bengong. Ada masalah apa nak?” ibu Echa datang sambil membawakan secangkir teh manis hangat.
“Bu, kenapa sih ayah benci banget sama Frans.”
“Mungkin karena agamanya itu Cha,”
“Ibu mendukung ayah atau Echa?”
“Ibu gak mendukung siapa-siapa. Semua ibu serahkan ke kamu, ini kan masalah untuk jodoh Cha. Jadi kamu harus mencari pacar yang bisa

jadi imam untuk kamu nantinya.”
“Ibu, Echa cinta sama Frans. Echa bingung harus mutusin Frans karena ayah atau tetap seperti ini.”
“Pilih yang menurut kamu paling terbaik.”
***

Echa berniat untuk menjauhkan Frans, demi ayahnya. Tapi apakah mungkin? Echa duduk di kantin, tanpa Frans. Hari ini Echa

berulangtahun ke 21 tahun. Biasanya Frans selalu memberi hadiah, tapi sepertinya dia lupa dengan ulangtahun Echa. Dalam ulangtahunnya

hari ini, Echa berharap segera dimudahkan dalam masalah.
“Hai Echa, happy birthday..” ujar Frans
“Makasih,”
“Kamu mau pulang ya? Mau pulang sama aku gak?”
“Gak deh, aku naik angkot aja. Bye..”
“Cha, tunggu.. kayaknya ada yang beda dari kamu.”
“Duh.. beda apanya sih? Udah ah aku mau pulang, capek.”
“Cha.. kamu kenapa sih?” Frans menarik tangan Echa yang mulai pergi darinya.
“Aku capek, mau pulang! Lepasin.”
***

Sesampainya dirumah, Echa masuk ke kamar dan beristirahat. Bila orang-orang merayakan ulangtahun dengan ceria, tapi Echa hanya

menangis di kamarnya. Tak ada tiup lilin, tak ada kue, dan tak ada pesta. Sepi. Echa tertidur, karena terlalu lelah. Lelah tenaga dan lelah

pikiran. Echa terbangun dari tidurnya, tepat pukul 7 malam. Di meja komputernya terlihat sebuah hadiah yang terbungkus dalam kertas

kado berwarna pink, lengkap dengan pita. Echa sangat antusias untuk membuka hadiah tersebut. Al-Qur’an, yap hadiah dari Frans. Pasti

niat Frans memberi hadiah ini supaya Echa rajin mengaji.
“Cha, tolong buka jendela kamar kamu. Aku mau ngomong sama kamu. Please Cha..”
“Kamu ngapain disini Frans?”
“Cha, syukur kamu mau buka jendela. Aku mau ngomong sama kamu, sebentar aja.”
“Ok, kamu masuk lewat pintu depan aja ya. Kita ngomong di ruang tamu,”

Frans masuk ke ruang tamu Echa, mumpung tak ada ayah Echa. Teh manis hangat dan kue jahe Echa hidangkan untuk Frans.
“Dimakan nih kue jahe-nya,”
“Kue jahe? Jadi inget waktu natalan di Palembang.”
“Oya?”
“Iya, udah lama aku gak natalan di Palembang. Kangen suasana disana. Apalagi waktu tukeran kado sama sepupu-sepupu. Seru banget deh

Cha. Tiga hari lagi hari natal, udah gak sabar. Cha lucu deh waktu aku usia 5 tahun, aku takut sama santa lho. Haha.. jadi pengen balik ke

Palembang deh.
“Tapi sekarang masih takut sama santa?”
“Nggak dong.. Cha tahun ini adalah tahun terakhir aku merayakan natal.”
“Tahun terakhir? Maksud kamu?”
“Aku mau masuk islam. Supaya ayah kamu merestui hubungan kita.”
“Kamu serius?”
“Iya, setelah aku pikir-pikir islam itu agama yang benar Cha.”
“Apakah keluarga kamu setuju?”
“Mereka menyerahkan semuanya ke aku. Kata mereka, asal aku bahagia.”
“Tak ada paksaan kan Frans?”
“Semua murni tak ada paksaan Cha.”
Tak percaya. Cinta Frans sebesar ini. ia rela meninggalkan agama yang dianutnya dan masuk ke agama islam.
***

Malam natal, Frans mengajak Echa untuk bertemu keluarganya. Pohon natal berdiri kokoh di ruang tamu rumah Frans. Dekorasi-dekorasi

khas natal sudah dihias secantik mungkin. Candaan-candaan keluarga malam itu semakin menghangatkan suasana. Mungkin suasana seperti

ini tak akan Frans rasakan lagi. Frans sempat sedih, tapi semua ini demi cintanya kepada Echa. Cinta Frans pada Echa begitu besar,

sehingga Frans mau melakukan apa saja untuk membuat Echa bahagia.
***

1 Januari. Tepat hari ini Frans akan mengucapkan 2 kalimat syahadat sebagai syarat untuk masuk islam. Frans resmi masuk islam. Masuk

ke agama yang menurutnya agama yang indah dan benar. Satu lagi yang harus dilakukan Frans agar 100% resmi beragama islam, yaitu

disunat. Ia sempat takut dan malu, tapi semua rasa takut dan malu ia buang jauh-jauh. Frans sudah berani menemui ayah Echa, karena ia

sudah resmi beragama islam.
“Om, saya boleh kan pacaran sama Echa?”
“Jangankan pacaran, nikah juga silahkan..”
Akhirnya cinta mereka direstui oleh orangtua mereka. Jalan menuju ke pelaminan semakin mudah untuk dilalui.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar